Kamis, 30 Oktober 2008

Madu sebagai alternatif obat batuk anak-anak yang lebih baik

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dari Penn State College of Medicine di Amerika (Desember 2007) menemukan bahwa madu dapat menjadi alternatif pengobatan yang aman dan efektif. Dalam penelitian itu ditemukan bahwa pemberian sedikit saja madu sebelum tidur dapat mengurangi batuk anak di malam hari dan kesulitan tidur dibandingkan dextromethorphan (DM), suatu bahan penekan batuk yang banyak digunakan di dalam obat flu.

Madu bahkan lebih mampu mengurangi frekuensi dan penderitaan batuk di malam hari akibat infeksi saluran pernafasan bagian atas dibandingkan DM atau tanpa perlakuan. Madu juga dapat meningkatkan kualitas tidur anak yang batuk. DM malah tidak menunjukkan hasil signifikan dalam mengurangi gejala-gejala batuk jika dibandingkan tanpa perlakuan.

Penelitian tersebut melibatkan 105 orang anak berusia 2-18 tahun yang menderita infeksi saluran pernafasan atas selama 7 hari atau kurang dan batuk di malam hari.

Pada malam pertama penelitian, anak-anak tersebut tidak menerima perlakuan apapun. Orang tua mereka menjawab lima pertanyaan tentang batuk anak-anak mereka serta kualitas tidur anak-anak dan mereka sendiri. Pada malam kedua, sekitar setengah jam sebelum tidur, anak-anak itu ada yang diberi madu, obat batuk DM rasa madu dan ada yang tidak menerima perlakuan sama sekali. Orang tua mereka kembali menjawab lima pertanyaan yang sama pada pagi harinya.

Orang tua yang anak-anaknya diberi madu sebelum tidur merasakan kualitas tidur mereka dan anak-anak mereka membaik karena frekuensi batuk anak-anak di malam hari berkurang dibandingkan kelompok anak-anak yang diberi DM dan yang tanpa perlakuan.

Madu telah banyak digunakan selama berabad-abad dalam berbagai tradisi kuno untuk menyembuhkan gejala-gejala penyakit pernafasan bagian atas seperti batuk, dan aman dikonsumsi bagi anak-anak usia di atas 12 bulan. Madu memiliki efek antioksidan dan anti mikroba. Itu sebabnya madu dapat membantu penyembuhan luka. Madu juga sehingga efeknya mampu meringankan penderitaan batuk seperti yang disarankan oleh WHO.

“Penelitian kami menambahkan wawasan terhadap literatur yang sedang berkembang mengenai pertanyaan seputar penggunaan DM untuk anak-anak. Selain itu juga menjadi bahan pertimbangan bagi dokter dan orang tua untuk mendapatkan alternatif pengobatan yang lebih aman,” ujar Paul, seorang pediatric, peneliti dan associate professor pediatric pada Penn State College of Medicine dan Penn State Children’s Hospital. Penelitian ini tentunya juga bisa dipertimbangkan oleh para professional di bidang kesehatan mengingat DM memiliki potensi efek samping yang berbahaya untuk anak-anak, seperti reaksi kontraksi otot yang membahayakan, kejang-kejang, mulut kering, mual dan kurang nafsu makan.

Batuk merupakan alasan dari sekitar 3 % orang Amerika untuk berobat jalan, lebih dari gejala penyakit-penyakit lainnya. Batuk biasanya mengganggu tidur di malam hari. Konsumen telah menghabiskan milyaran dolar setiap tahun untuk mendapatkan obat batuk dan flu dari apotik, meskipun ternyata efek penyembuhannya kurang signifikan.

Tidak ada komentar: